Latest Post

DIALOG PANEL BEM-J USHULUDDIN: PROBLEMATIKA MAHASISWA USHULUDDIN

Written By perbandingan agama on Sabtu, 29 Desember 2012 | 18:38


Dalam rangkaian acara MUSKOM BEM J Perbandingan Agama, mengadakan diskusi panel yang membahas tentang problematika mahasiswa ushuluddin. Dialog ini diikuti oleh seluruh BEM J yang ada di Ushuluddin. Sabtu (01/02).
            Ushuluddin adalahmother of faculty di UIN Bandung. Jika diibaratkan, ushuluddin dahulu seperti macan di UIN. Namun sekarang Ushuluddin kehilangan kehebatannya. Begitupun dalam hal akademik Ezwar, perwakilan BEM J Tafsir Hadist memaparkan “dulu mahasiswa Ushuluddin identik dengan budaya akademiknya. Dominan mahasiswa sekarang lebih senang pada poker, point blank, dengan mengorbankan belajar”. Dia menyayangkan hal itu, sebab penyempitan sosialisasi di kampus akan terjadi.
            Selain itu, kesadaran mahasiswa untuk mengikuti kegiatan BEM J sangat minim. Via, BEM J Tasawuf Psikoterapi mengamini pendapat Ezwar, “ruang diskusi semakin menciut, dengan adanya jejaring sosial dan game” ungkapnya.
Stigma Buruk Mahasiswa Ushuluddin
            Permasalahan selanjutnya adalah ketika fakultas Ushuluddin menjadi pilihan kesekian dari fakultas-fakultas lain yang ada di UIN. Sehingga mahasiswa yang kuliah di Ushuluddin banyak yang asal-asalan. Abdillah, Ketua BEM J Akidah Filsafat menyayangkan hal ini, sebab menurutnya Ushuluddin mempunyai jurusan-jurusan yang tak kalah saing dengan jurusan lain. Abdillah mengatakan bahwa hal ini disebabkan karena stigma yang buruk di masyarakat tentang mahasiswa Ushuluddin ,” stigma di Ushuluddin yang sering muncul ke permukaan ini adalah rambut gondrong, meninggalkan shalat dll. Jika dibiarkan hal ini akan mengakar.” Sehingga yang harus dilakukan saat ini adalah merubah stigma itu sendiri yang bisa dimulai dari kesadaran kita sendiri.
            “Buktikan kepada masyarakat, bahwa Ushuluddin tidak seperti yang orang lain katakan” ungkap Via. Dia juga menyayangkan kalau memang dalam penampilan, mahasiswa Ushuluddin kurang rapih. “Salah satu langkahnya kita harus kembali pada kode etik, dan ketika masih ada yang pakai sandal saat kuliah. Hendaknya itu dikembalikan pada diri sendiri, mau berubah atau tidak” papar Via.
            Lain halnya dengan Via, Ezwar justru mengatakan penampilan bukan hal yang utama “jangan condong kepada hal yang bersifat material, karena penampilan itu tidak terlalu penting, yang penting kan hatinya”.
Kinerja Senat
            Kinerja senat, yang kehadirannya belum terasakan menjadi sorotan semua BEM J Ushuluddin. Senat Ushuluddin belum mampu mengakomodir HMJ Ushuluddin. Via sangat menyayangkan kurangnya partisipasi senat untuk BEM J.
Abdillah menyarankan, hendaknya masyarakat Ushuluddin mampu mempunyai sistem yang mumpuni. Seperti yang abdilah kutip dari pemikiran Bordieu bahwa senat harus mempunyai Kapital simbolik, dimana dalam penerapannya, senat harus mempunyai pengakuan dari mahasiswa.
Kurang Komunikasi Antar BEM J
            BEM J pun tidak lepas dari permasalahan. Komunikasi antar BEM J mulai pudar, seperti pada saat perekrutan mahasiswa “BEM J seolah parebut mahasiswa” ungkap Via.
            Maka dari itu, Ezwar menginginkan peranan BEM J lebih bisa menggiring mahasiswa Ushuluddin. Sehingga mahasiswa Ushuluddin peduli akan kehidupan sosial dan  ilmu-ilmu Ushuluddin. “Proker (program kerja) yang di lendingkan jangan hanya keilmuan, tapi harus juga pada pengaplikasiannya” papar Ezwar.
Permasalahan Kosma
            Permasalahan ini tidak hanya dikaitkan dengan BEM dan Senat, tetapi kosma juga mempunyai peran di bidang jurusan itu sendiri. Sangat disayangkan ketika kosma hanya dijadikan sebagai korban mahasiswa, ketika yang dilakukan kosma hanya membawa absen dan infokus. Abdillah, mengaitkan lagi hal ini dengan filsafat sosial Bordieu tentang Disfunction dimana setiap pemimpin harus mempunyai pembeda. Dan pembeda ini harus dikembalikan pada keberadaan Kosma hingga senat.
            Berkaitan dengan berkurangnya budaya akademik di kalangan mahasiswa Ushuluddin, ini bertentangan dengan visi misi Ushuluddin itu sendiri “Fakultas ushuluddin mencetak mahasiswa yang berfikir dan berwawasan luas. Mahasiswa Ushuluddin tidak taqlid dan semuanya tidak harus sama, dan kita hendaknya menghargai perbedaan. Selain itu, kita juga dicetak untuk menjadi pemimpin. Jadi jangan sampai terceritakan mahasiswa ushuluddin itu taqlid”, papar Ezwar.
Langkah Apa Untuk Problem Ini?
Permasalahan intra mahasiswa ini bisa diperbaiki dengan diskusi “karena diskusi ini akan bersinergis dengan tujuan ekstra seperti senat, dosen, BEM J, dan Kosma” ungkap Abdullah, Ketua BEM J Perbandingan Agama.
            Ketidak sinergisan ini dicontohkan Ezwar, “kami berusaha membangun sinergi antar kosma dan ketua angkatan untuk difungsikan. Sehingga akan mensinergiskan tujuan BEMJ dan masyarakat Tafsir Hadist”.
            Diskusi ini menghasilkan kata kesepakatan dari seluruh BEM J Ushuluddin, yang selanjutkan akan dijadikan proker BEM J dan Senat. Karena hanya solidaritas yang mampu mengembangkan Ushuluddin, sehingga kesepakatan yang diambil adalah “DISKUSI LINTAS JURUSAN PER-BULAN”.[]

Kunjungan Kongregasi Hati Kudus Yesus

Gambar oleh Busro

Perdamaian adalah cita-cita seluruh bangsa, berbagai organisasi, dan berbagai individu. Namun, seringkali ketika melihat pertengkaran disuatu tempat, kata itu seolah hanya sebuah hayalan dan gumam seorang yang sedang berimajinasi.  Kamis tanggal 28 Desember disebuah jalan Ambon no.25. Perbandingan Agama mengunjungi sebuah biara.  Tempat itu bernama RSCJ (Religieuse du Sacre Coeur de Jesus)  yang dalam bahasa Indonesia Kongregasi Hati Kudus Yesus.

RSCJ adalah salah satu tarekat Kristen Katolik, mereka sudah hadir di beberapa wilayah di Indonesia, di Jakarta Selatan, Jakarta Timur, dan di Bandung. Seperti halnya Islam, tarekat yang mereka jelaskan kepada kami siang itu, merupakan jalan untuk mendapat Kasih Tuhan.  Tarekat ini juga terfokus pada pendidikan perempuan.

Dalam kesempatan itu, suster Gera yang merupakan pengurus tarekat tersebut menjelaskan makna natal. Yang mana, natal dirayakan atas kelahiran Yesus. Yesus adalah manusia, Nabi, dan Tuhan. Ketika umat islam diberi wahyu berupa kitab suci, maka Kristen diberi wahyu Yesus yang juga merupakan sabda Tuhan.

Penyambutan yang diberikan suster Gera dan para penghuni biara sangat hangat, selain diskusi, kami disana juga diberi kesempatan untuk bernyanyi bersama serta membuka kado yang telah disediakan oleh para postulan ditempat itu.

Ini merupakan bentuk kecil dari perdamaian yang dicita-citakan bangsa Indonesia. "Kita sedang mencicipi perdamaian" ungkap suster Gera diakhir acara. 

DISKRIMINASI DALAM PERDA SUDUT PANDANG PLURALISME

foto Rick Husein

Sebagai warga negara kita harus sadar dan peduli terhadap hal tersebut, karena terbentuknya negara itu sendiri dengan tujuan. Pembentukan negara Indonesia bukan bedasarkan negara agama, hal ini sudah difikirkan jauh-jauh hari oleh para ulama pada Muktamar NU ke 14 tahun 1939. Para ulama sepakat bahwa negara yang didirikan nanti itu bukan negara agama. Ini terjadi 20 tahun sebelum indonesia merdeka. “Karena kalau menggunakan negara agama, harus atas dasar interpretasi. Namun, interpretasi siapa yang akan digunakan?”. Ungkap Musdah Mulia di gedung Theater Universitas Kristen Maranatha. Kamis(13/12)
Musdah Mulia memperhatikan beberapa upaya pemasukan ideologi agama terhadap negara. Pertama, BPUPKI yang ingin memasukan ideologi islam pada pembentukan negara, tapi tidak diterima. Kedua, ada yang ingin negara sekuler, tapi tidak laku. Dan akhirnya yang terpilih adalah ideologi pancasila.
Pancasila dipilih karena memiliki nilai-nilai etik. Musdah Mulia memaparkan pemaknaan pancasila  mulai dari sila pertama, yaitu ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam sila ini ada nilai-nilai spritual tentang keTuhanan. Sila kedua, yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab. Kemanusiaan disini pada intinya mengandung solidaritas, kejujuran dll. Sila ketiga, persatuan Indonesia. Yang bermakna persamaan geografis nusantara. Namun, yang terjadi sekarang  adalah egoisme sektoral, dan harus dihapuskan. Sila keempat, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan. Perwakilan disini adalah mengendalikan kemaslahatan. Sila kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bermakna pembangunan yang mengedepankan keadilan.
Perda merupakan hasil produk dari reformasi, khusunya mengenai otonomi daerah. Tujuan otonomi daerah itu untuk mendekatkan pelayanan publik pada masyarakat, sehingga masyarakat bisa mendapatkan hak dan kewajibannya di negara. Terkait dengan hak dan kewajiban warga negara Indonesia, Albertus Pati menyoroti gay dengan waria “kita harus mengesampingkan perspektif agama terlebih dahulu, dan menyapakati bahwa mereka adalah warga negara Indonesia yang harus dipenuhi haknya sebagai WNI. Seperti hak hidup, hak pendidikan,dll”
Musdah Mulia juga mengklasifikasikan perda-perda yang mendiskriminasi, diantaranya:
Perda yang berkaitan dengan busana. Misalnya, perda tentang jilbab, baju koko, dll.  Kita ketahui, yang namanya perda itu mengikat seluruh masyarakat. Contohnya  provinsi, ketika ada perda jilbab berarti semua warga yang ada di kota tersebut harus  mengikuti perda tersebut. Malah ada yang lebih aneh lagi di Kalimantan Selatan ada yang memberi ukuran berjilbab, dan hak sepatu. Seharusnya pemerintah itu mengatur perda tentang pendidikan, kebutuhan hidup, tapi kenapa malah mengatur perda tentang busana?
Perda tentang kompetensi Baca Tulis Qur’an (BTQ). Perda ini berlaku untuk pengangkatan pejabat, orang yang akan melaksanakan pernikahan, yang melanjutkan dari SD ke SMP harus punya sertifikat bisa mengaji Al-Qur’an. “Ketika pengangkatan pejabat sepertinya tidak harus bisa membaca Quran. Kalau memang berkompeten di bidangnya kenapa tidak untuk diangkat? Kemudian, karena saking banyaknya yang gak bisa baca tulis Quran, dan sudah ingin menikah, malah ada pihak yang menjual belikan sertifikat bisa membaca al-qur’an, dan ini malah memunculkan praktek jual beli.” Papar Musdah.
Perda mengenai pengamalan ibadah. Seperti, perda tentang zakat, infak dan sodaqoh. Masyarakat diwajibkan membayar zakat ke pemerintah. Siapa yang bisa menjamin pemerintah tidak korup? lebih baik langsung ke mustahiq zakat.
Perda terkait aktifitas ramadan. Seperti hiburan malam harus ditutup, warteg harus ditutup, untuk menghormati orang yang puasa. Kenapa yang puasa harus menghormati bukankah seharusnya yang puasa yang menghormati yang tidak puasa. Sehingga, seolah-olah simbol agama itu harus mendapat supremasi. Apa Islam tidak confidencedengan keislamannya?
Perda kesusilaan. Misalnya perda larangan memakai rok mini dan perda pornografi. Hal seperti ini tidak perlu dibentuk undang-undang, karena ini bisa dilakukan di lingkungan keluarga. Undang-undang pornografi, isinya itu menganggap tubuh perempuan sebagai alat sumber kemaksiatan. Ini merupakan sebuah diskriminasi terhadap perempuan. Dan perda-perda yang mendiskriminasi perempuan ±27 macam perda. Gerakan dari komnas perempuan pun kadang-kadang tidak digubris.
Perda tentang kelompok agama atau minoritas. Contoh perda pelarangan ahmadiyah, lama kelamaan, di indonesia akan muncul negara cluster agama. Bisa jadi nantinya akan terbentuk daerah kristen, daerah islam, derah budha dll.

Acara ini diselenggarakan oleh komunitas lintas agama JAKATARUB.

WISATA RELIGI PERBANDINGAN AGAMA

Written By perbandingan agama on Kamis, 10 Mei 2012 | 09:30


Terkait dengan mata kuliah Studi budaya lokal, budhisme dan kristologi mahasiswa Perbandingan Agama mengikuti perayaan waisak di Jogjakarta. Acara waisak ini dilaksanakan oleh Perwalian Umat Budha Indoneisa (WALUBI) minggu (06/05)
Detik-detik waisak dilaksanakan di Candi Mendut dan dilanjutkan dengan Kirab (arak-arakan) dari Mendut ke Borobudur. Acara di Borobudur merupakan acara memandikan Budha dan acara inti waisak. Serta di akhiri dengan pelepasan 1000 lampion.
Setelah mengikuti perayaan waisak, perjalanan di lanjutkan ke Institut Dialog Antar Iman di Indonesia atau Istitute for Interfaith Dialogue in Indonesia disingkat Institut DIAN/Interfidei. Disana dilaksanakan sebuah diskusi lintas iman yang menghadirkan beberapa tokoh lintas agama setempat.
Tempat terakhir yang dikunjungi adalah Seminari Tinggi Santo Paulus di Jogja. Tempat ini merupakan asrama para calon Romo yang dihuni oleh para Frater (calon romo) atau di islam dikenal dengan nama  Pesantren.
Acara ini diakhiri dengan silaturahmi Perbandingan Agama UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Perbandingan Agama UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta dan Perbandingan Agama IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Hindu, aku dan mereka

Written By perbandingan agama on Minggu, 29 April 2012 | 07:49


sumber istimewa
Sehubungan dengan mata kuliah Hinduisme perbandingan agama UIN Bandung, menghadiri acara Dharma Tula yang diselenggarakan PD KMHDI (Pimpinan Daerah Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia) Jawa Barat, minggu (29/04). Acara ini sebagai puncak acara dari rentetan nyepi. Pemateri yang dihadirkan pada Dharma Tula ialah Dewa Budjana, Arswendo Atmowiloto dan Drs. Ketut Arnaya SE.MM.
Acara ini dibuka dengan penampilan tari pendet Bali, dan nyanyain-nyanyian Hindu dari KMHDI.

Pada Dharma Tula kali ini KMHDI mengambil tema "Hindu, Aku dan Mereka". Pada pemaparannya Ketut Arnaya mengungkapkan sebuah aktualisasi nilai-nilai universal Hindu kedalam kehidupan modern, dimana dalam hindu ada ajaran yang mencakup hal tersebut antara lain:
  1. Vasudaivha Kutumbakan (kita semua adalah saudara)
  1. Hukum karma
  1. Tat Twam Asi (itu adalah kamu, esensi manusia adalah hakikat Tuhan, jadi setiap manusia mempunyai esensi yang sama)
  1. Ahimsa (pantang kekerasan)
  2. Trihitakarana (keharmonisan hubungan antara Tuhan dengan manusia, manusia dengan manusia dan manusia dengan alam)

Dewa Budjana mengungkapkan tema tersebut dengan pengalamannya dalam bermusik bersama band Gigi. Dia mengatakan bahwa "musik tidak ada hubungannya dengan agama". Saat bersama gigi dia merasakan adanya toleransi yang didapatkannya dari teman-teman seperjalannannya dan tidak merasakan menjadi seorang minoritas diantara teman-temannya yang mayoritas muslim. Saat dia mengeluarkan album "Nyanyian dharma" teman-temannya merespon positif.

Lain halnya dengan yang diungkapkan Arswendo, dia mengatakan minoritas itu ada dan tidak bisa dihindari "pada kenyataannya kita tetap menjadi minoritas, tapi kita harus pinter-pinter saja,"ungkapnya. Bagi arswendo kata "mereka" adalah orang-orang yang tidak mengerti budaya dan orang-orang industri yang mengedepankan kuantitas daripada kulitas. "dan saya tidak mengingkari bahwa seni bisa mempersempit perbedaan" ungkapnya.

BIOGRAFI KHONGHUCU (PART I)

Written By perbandingan agama on Kamis, 08 Maret 2012 | 13:22





Khonghucu dilahirkan di Negeri Lu, di Kota Tsou, Desa Chang Ping di lembah Kong Song (kini jazirah Shandong kota Qu Fu) kini tempat itu masuk wilayah propinsi Shantung di timur laut daratan Cina. Tepat pada tanggal 27 Ba Yue (Bulan Ke 8) tahun 551 SM Khonghucu dilahirkan. Khonghucu merupakan anak dari keluarga yang tak punya,[1] Leluhurnya adalah K'ung Fangshu (yang merupakan generasi kesembilan dari raja muda negri Sung dan generasi keempat sebelum Khonghucu).[2] 
Bapaknya bernama Siok- liang Hut, kakeknya bernama pohsia dan buyutnya bernama Fangshu,[3] Sedangkan ibunya bernama Tien- cai. Khonghucu artinya “Guru Khong”, muridnya sering memanggilnya Khongcu atau Khonghucu, sedangkan orang- orang barat sering memanggilnya Konfusius. Nama kecilnya adalah Qiu yang berarti bukit alias Zong Ni artinya Putera kedua dari bukit Ni.[4]
Diceritakan, malam itu saat menjelang kelahiran muncullah dua ekor naga berjaga-jaga di antara gunung-gunung dekat bangunan tua di lembah Khong Song, tempat kelahirannya. Tidak lama kemudian nampak dari jauh terbang turun 5 orang malaikat tua, mereka turun langsung menuju ke halaman rumah dan bersama berjalan masuk ke serambi rumah. Mereka datang untuk menyambut dan mengabarkan datangnya sang Bok Tok, Genta Rokhani Tuhan Yang Maha Esa, yang kelak akan membawakan perubahan dalam peradaban manusia : Hidup menempuh Jalan Suci, menggemilangkan Kebajikan dan menegakkan Firman Tuhan di dalam hidupnya.[5]
Kurang lebih pada usia 3 tahun, khonghucu ditinggal bapaknya meninggal dunia, sehingga khonghucu tinggal bersama ibunya. Khonghucu terpaksa mencari nafkah sendiri untuk memenuhi kebutuhan sehari- harinya, mulai dari pekerjaan kasar sampai Khonghucu di terima sebagai kepala dinas pertanian dan perternakan.
Ketika Khonghucu berusia empat tahun, ia bermain dengan teman- teman sebayanya. Dalam bermain, ia senang memimpin teman- temannya dalam menirukan orang dewasa melakukan upacara sembahyang. Khonghucu pada masa kecilnya suka meminta alat- alat sembahyang tiruan yang disebut Coo atau Too, Coo adalah sejenis kotak untuk menempatkan manisan sedangkan coo adalah sejenis mangkok. Ini menunjukan bahwa sejak kecil Khonghucu telah memperlihatkan sifat- sifat yang mulia,[6] yaitu sangat menghargai atau menghormati para leluhurnya.[7]
Khonghucu secara formal bersekolah pada usia tujuh tahun diperguruan Yan Ping Tiong. Sekolah tersebut mengajarkan khonghucu cara menyiram, membersihkan lantai, Tanya jawab, budi pekerti, music, memanah, naik kuda, bahasa dn berhitung. Pendidikan formal khonghucu hanya berjalan kurang lebih selama tujuh tahun dan terakhir Khonghucu keluar dari pendidikaan formal pada usia ke 15 tahun.[8]
Seorang gadis dari keluarg Kian – Kwan dari negri Song memikat hati Khongucu dan pada usianya yang ke 19 tahun khonghucu menikahinya. Acara pernikahannya hanya dilakukan secara sederhana dan tidak terlalu mencolok.Khonghucu diberkahi 1 orang anak perempuan yang diberi nama Kong Rao dan seorang anak laki-laki bernama Kong Li. Kedua orang ini tampaknya tidak secermelang ayahnya (khonghucu), tetapi anak dari Kong Li yang bernama Cu Su berhasil menerukan ajaran Kakeknya dan Cu Su sempat menulisyang saat ini menjadi kitab orang- orang Khonghucu, adapun nama kitab tersebut ). adalah Kitab Tiong Young (tengah sempurna).
Ketika khonghucu berumur 20 tahun, ia berkerja di kepala keluarga bangsawan besar Kwi- Sun.usaha tersebut dilakukan untuk menafkahi kehidupan rumah tangganya. Khonghucu diberikan tugas sebagai kepala dinas pertanian. Proses khonghucu bekerja menjadi Kepala Dinas Pertanian ternyat dapat membereskan atau dengan kata lain dapat memberantas praktek- praktek illegal yang dapat merugikan rakyat banyak. Khonghucupun birsikap ramah terhadap pekerja- pekerjanya. Sifat keingin tahuannya terhadap pekerjaan tersebut memberikannya banyak tahu tentang persoalan dalam bidang pertanian walaupun pekerjaan ini kurang sesuai dengan keahliannya.
Suatu ketika khonghucu diberikan tugas tambahan menjadi pimpinan dinas perternakan yang sudah kian lama mempunyai masalah. Penyerahan tugas baru ini tentu tidak terlepas dari keberhasilan khonghucu bekerja menjadi kepala dinas pertanian.
Ketika khonghucu berusia 26 tahun atau tepatnya 525 SM, ibu Khonghucu meninggalkannya. Awalnya khonghucu tidak mengetahui dimana jenazah ayahnya disemayamkan, sebab terlalu dini Khonghucu mengetahui hal tersebut. Seorang wanita tua (ibu dari Wanfu Tsau) memberitahukan kepada khonghucu tentang kuburan ayahnya yang sebenarnya. Setelah diketahui makam ayahnya tersebut, maka Khonghucu segera memakamkan ibunya di dekat kuburan ayahnya di Fangshan.[9]
Ketika usia ke 29 tahun, Khonghucu belajar music kepada Su Siang. Menurut M. Ikhsan Tanggo, “ada kaitannya antara belajar music khonghucu pada usia 29 ini dengan tugas sucinya. Tidak heran apabila pada usia 30 ia telah teguh pendirian.
Seorang Raja Muda negri Cee yaitu Cee King Kong dan perdana mentrinya yang bernama Yan Inga tau Tan Ping Tiong berkunjung ke negri Lo. Mereka menemui Khonghucu dan bertanya kepadanya mengenai negri Lo yang kecil ini dapat diakui sebagai raja muda pemimpin. Khonghucu menjelaskan, Chien Bok Kong mampu membina rakyatny sehingga memiliki keberanian, rasa nasionalisme yang tinggi, dan dapat memerintah dengan adil dan bersih yang akhirnya rakyat Lo menjdai sejahtera.[10]
Cee King Kong merasa terkesan dengan pertemuan tersebut, maka ia mengirim utusannya untuk mendatangi Khonghucu dan mengajaknya untuk ke negaranya dan memberikan hadiah sawah yang terletak di daerah Liem Khiu kepada Khonghucu. Khonghucu merasa belum pantas menerima pemberiaan Cee King Kong, maka ia terpaksa untuk menolaknya.

Bersambung………..




[1] Huston Smits, “Agama- agama Manusia”, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1985 (cetakan I)
[2] Ikhsan Tanggok, “Mengenal Lebih Dekat “Agama Khonghucu di Indonesia”, Jakarta: Pelita Kebajikan, 2005, Hal. 12 - 13
[3] Kakek dan uyut Khongucu dari pihak bapak
[4] http://id.wikipedia.org/wiki/Kong_Hu_Cu_%28filsuf%29
[5] http://traditionghoanews.blogspot.com/2012/01/nabi-konghucu-3-lahir-nabi-khongcu.html
[6] Ada satu keterangan dari Wikipedia mengenai cirri- cirri Khonghucu sebagai orang besar (nabi) muali dari usia enam tahun.
[7] Op. cit. hal. 13-14
[8] Ibid, hal 14
[9] Ibid 13
[10] Ibid, hal. 16
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. BEM JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger